Halo semua! Kali ini kita akan membahas sejarah mudik, tradisi tahunan yang sangat melekat di hati masyarakat Indonesia. Apakah kalian salah satu dari puluhan juta pemudik di tahun ini?
Ternyata, tradisi mudik yang kita kenal saat Idul Fitri ini telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Bahkan, ada yang menyebutkan mudik sudah dimulai sejak zaman kerajaan Mataram Islam dan Majapahit! Bagaimana bisa tradisi ini bertahan hingga kini? Mari kita telusuri jejak sejarahnya!
Awal Mula Mudik di Zaman Kolonial
Beberapa sumber mencatat bahwa tradisi mudik sudah ada sejak zaman kolonial. Sejarawan UGM Djoko Suryo menyatakan bahwa fenomena mudik berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi dan infrastruktur perhubungan di Indonesia. Diperkirakan, fenomena ini sudah ada sejak 1920-an, di mana pada masa kolonial Hindia-Belanda, Batavia (Jakarta) menjadi pusat dari mobilisasi besar-besaran penduduk.
Iklan Mudik Pertama di Hindia-Belanda
Bukti tertua yang kita miliki terkait mudik adalah iklan layanan kereta api di surat kabar Pemandangan, terbitan Batavia pada 2 Desember 1937. Iklan ini mempromosikan layanan kereta untuk mengantarkan para pemudik ke kampung halaman mereka menjelang Lebaran. Kliping iklan tersebut kini disimpan di Perpustakaan Nasional sebagai arsip bersejarah.
Tradisi Mudik di Zaman Perang Jawa
Lebih jauh lagi, tradisi mudik bahkan dicatat selama Perang Jawa (1825-1830). Saat bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran, terjadi gencatan senjata antara pasukan Pangeran Diponegoro dan Belanda, yang memberi kesempatan bagi para prajurit untuk pulang ke kampung halaman mereka.
Batavia Sebagai Pusat Mobilisasi
Sejak era kolonial, Batavia telah menjadi tujuan utama para pendatang dari berbagai daerah di Nusantara. Seperti yang dijelaskan oleh J.S Furnivall dalam bukunya, Batavia yang berada di pesisir menjadi pusat perdagangan, bisnis, dan pemerintahan. Hal ini membuat orang dari berbagai suku, termasuk Jawa, Melayu, dan Arab, bermigrasi ke kota tersebut, sehingga memunculkan fenomena mudik saat hari raya.
Mudik di Zaman Kerajaan
Mudik ternyata sudah ada sejak era kerajaan, terutama Majapahit dan Mataram Islam. Menurut Silverio Raden Lilik Aji Sampurno, dosen sejarah Universitas Sanata Dharma, para pejabat dari wilayah-wilayah jauh sering kali kembali ke pusat kerajaan untuk melaporkan tugas dan menunjukkan kesetiaan mereka. Para petani juga memiliki tradisi “mudik” untuk membersihkan makam leluhur mereka, yang dianggap sebagai cara untuk mendatangkan rezeki dan keselamatan.
Era Modern: Mudik Sebagai Tradisi Tahunan
Meski tradisi kerajaan telah berlalu, mudik tetap bertahan hingga hari ini. Di era Orde Baru, urbanisasi besar-besaran menarik penduduk dari desa ke kota, terutama Jakarta, untuk bekerja. Hal ini meningkatkan skala mudik menjadi tradisi yang lebih besar, di mana para perantau kembali ke kampung halaman mereka saat libur Lebaran.
Makna Modern Mudik
Mudik saat ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga distribusi ekonomi. Para pemudik membawa uang dan barang ke kampung, yang menggerakkan perekonomian pedesaan. Selain itu, mudik juga menjadi ajang eksistensi dan pembuktian keberhasilan bagi para perantau, yang ingin menunjukkan pencapaian mereka selama di kota.